Jakarta - Cendekia Muda Muslim Indonesia (CMMI), mengecam keras tindakan menjijikan atas aksi pembakaran salinan Al-Qur'an yang dilakukan oleh Rasmus Paludan di Swedia. Aksi Rasmus Paludan bermula dari Demonstrasi anti-turki dan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO yang terjadi di depan gedung kedutaan turki di Stockholm, Swedia, pada jumat lalu.
Pembakaran replika Al-Quran yang dilakukan oleh pemimpin partai politik sayap kanan Denmark garis keras itu mengundang berbagai reaksi internasional. Sebagai bagian dari umat muslim dunia, Wasekjen Cendekia Muda Muslim Indonesia, Yaban Ibnu, telah menyatakan statementnya terkait aksi terkutuk tersebut.
"Tindakan Islamphobia yang dilakukan oleh Rasmus Paludin merupakan tindakan, ujaran kebencian, Penghinaan dan provokatif yang melukai hati umat muslim dunia ini memerlukan respond an sikap tegas dari pemerintah Indonesia sebagai negara mayoritas muslim." Ucapnya. Kamis (26/01/2023) kepada Jabar Indonesiasatu.co.id.
Ia kemudian menjelaskan bahwa Agama memiliki dimensi simbolis dan sosiologis sebagai struktur sebuah makna yang berada pada ranah abstrak, dan terlepas dari ruang dan waktu. Simbol-simbol dalam agama bagi masyarakat muslim sangat begitu berarti. Hal ini juga disebabkan karena pada dasarnya manusia merupakan animal symbolicum. Representasi simbolik merupakan fungsi sentral kesadaran manusia dan menjadi dasar bagi pemahaman kita tentang seluruh kehidupan manusia, termasuk: bahasa, seni, sejarah, agama dan sebagainya.
"Tindakan pembakaran kitab suci umat Islam (Al-Qur'an) merupakan komunikasi simbolik yang menunjukkan pelaku terkait sebagai penganut Islamphobia. Aksi ini sejalan dengan definisi Islamphobia yang diungkapkan oleh Andrew Shryock: sebuah ketakutan akan Islam dan Muslim atau menggambarkan sebuah keadaan dimana orang membenci Muslim atau takut terhadap Islam." Jelas Yaban Ibnu.
Pemikiran simbolik merupakan bagian esensial manusia dan pemikiran tersebut mendahului bahasa dan pemikiran deskriptif (Eliade dalam Morris, 2003: 271). Hal ini tidak hanya dalam ranah privat, tetapi juga dalam ranah publik, tidak hanya bagi kalangan muslim awam (populis), tetapi juga muslim elit (penguasa). Wasekjen CMMI tersebut kemudian menyayangkan respon pemerintah Indonesia yang tidak menyatakan statementnya secara tegas, tidak memberikan respon sebagai Negara Mayoritas Muslim Dunia representasi atas kemarahan Muslim Indonesia atas aksi pembakaran Alquran itu pada dunia internasional seperti yang dilakukan oleh Turqi, Pakistan, Arab Saudi, dan Kuwait.
"Dalam hal ini, kami (CMMI) menilai bahwa Presiden, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), takut dan apatis untuk mewakili amarah umat muslim Indonesia dan menyatakan statementnya untuk memboikot produk dari negara yang bersangkutan (Swedia), di pasar perdagangan indonesia apabila pelaku tersebut ( Rasmus Paludin) tidak diadili dengan proses hukum di negaranya dan menyatakan permohonan maafnya untuk umat muslim dunia."
Sebagai penutup, Yaban Ibnu (CMMI) kemudian menerangkan bahwa apabila pemerintah tidak cepat-cepat merespon tindakan yang telah melukai dan menodai toleransi umat beragama ini, berarti pemerintah telah terjebak pada struktur kekuasaan dan tidak memiliki landasan keimanan, nilai, dan juga dasar untuk berjihad dijalan Allah sebagai seorang muslim yang memiliki legitimasi kekuasaan.
Baca juga:
CMMI Sebut Gubernur Gagal Membangun NTB
|
"Sebagai negara muslim mayoritas, akan sangat malu jika tidak ada respon dari pemerintah Indonesia karena bahkan Gereja Ortodoks Rusia, telah menyatakan bahwa tindakan pembakaran Al-Qur'an di Swedia sebagai bentuk Vandalisme yang tidak bisa diterima. Lalu, ada apa dengan Presiden, Kemenag, dan juga Kemenlu", Tutup Wasekjen CMMI.